Namanya juga anak sospol *ihiiiirrrr* kemarin Ken disuruh bikin tugas tentang Nasionalisme. Gak boleh copas, minimal 5 lembar. Ken bingung nih, mau nulis darimana yaaak... 3 lembar aja buntu, apalagi 5 lembar. Aturan maennya kan font TMR 12, spasi 1,5 dengan Margin 4-4-3-3 (buat yang gak tau 4-4-3-3 tanya guru komputer aja deh :p). Uda deh Ken tulis dengan sekuat tenaga sampe ngelantur kemana2. Tapi kok gak penuh - penuh yak 5 lembar ene? Mau ditambahin apa lagi, otak dah mengepul. Eh, ternyata Ken lupa ngatur margin. Awalnya 2-2-2-2 gitu deh, pas diubah jadi 4-4-3-3 wuihiiii... Jadinya 6 lembar, sodara2! Jarang banget, soalnya kalo dosen bilang minimal 5 lembar, ato 3 lembar, ya tugas Ken lembarnya di batas minimal itu dah. Hahaha. Keesokan harinya, di kampus temen Ken bilang, "eh, aku ngikutin kamu. Biar cepet penuh tiap paragraf kuberi before and after spacing. Hahaha!" waduh, ajaran sesatku diikuti juga rupanya. Tapi di tugas Ken kali ini gak pake spasi model begituan lho *tumben banget*. Buat yang penasaran, Ken bagi deh. Menurut kalian gimana, Guys.
INTEGRASI
BANGSA DAN SEMANGAT NASIONALISME
Pada
dasarnya, nasion adalah suatu ikatan kasat mata yang tidak dapat dilihat, namun
dapat dirasakan. Ikatan itu terjalin antara satu individu dengan individu
lainnya dalam sebuah komunitas besar yang merasa senasib sepenanggungan.
Berangkat dari rasa senasib sepenanggungan tersebutlah, terjalin suatu
kerjasama untuk mempertahankan paham yang sama.
Indonesia
merupakan sebuah negara yang memiliki ikatan nasion bahkan sebelum negara itu
sendiri terbentuk. Rakyat Indonesia itu sendiri sebenarnya tidak terlalu
menyadarinya pada masa penjajahan Belanda. Namun dengan semangat dan tekad
untuk merdeka, barulah timbul kesadaran bahwa rakyat Indonesia memiliki ikatan
nasion yang sama. Nasionalisme inilah yang kemudian menjadi kekuatan tangguh
yang digunakan rakyat Indonesia untuk mencapai kemerdekaan dan bebas dari
penjajahan bangsa lain yang tentunya memiliki nasionalisme yang berbeda dengan
rakyat Indonesia.
Secara umum integrasi nasional
mencerminkan proses persatuan orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda,
atau memiliki berbagai perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar
belakang ekonomi, menjadi satu bangsa (nation) terutama karena pengalaman
sejarah dan politik yang relatif sarna (Drake, 1989:16).
Apabila dikaitkan dengan pendapat Drake
tentang integrasi nasional, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
masyarakat dari wilayah yang berbeda dapat bersatu tanpa memandang perbedaan
etnis, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi. Pada masa penjajahan, para
pedagang asing, seperti komunitas Cina dan Gujarat berdatangan untuk berdagang.
Mereka memiliki kebudayaan tersendiri dan ikatan solidaritas dalam etnis yang
sama. Lambat laun dengan adanya asimilasi, komunitas Cina dan Gujarat tersebut
menetap di Indonesia dan mempelajari budaya Indonesia. Karena adanya interaksi
berkelanjutan, maka mereka dapat membaur dengan masyarakat pribumi namun belum
melebur menjadi satu dengan sempurna.
Setelah Indonesia merdeka, masyarakat
non pribumi belum diakui sepenuhnya oleh negara sebagai warga yang satu. Namun
hal ini tidak menjadikan nasionalisme dalam jiwa mereka memudar. Mereka merasa
telah menjadi bagian dari Indonesia karena sudah cukup lama tinggal di bumi
Indonesia. seandainya mereka dipulangkan ke wilayah asalnya pun tentu mereka
akan menolak karena keluarga yang mereka bangun berada di Indonesia, sedangkan
di wilayah asalnya ikatan keluarga tersebut sudah pudar atau tidak ditemukan
lagi jejaknya.
Perkembangan selanjutnya, sebagai contoh
di bidang olahraga. Kita tentu telah mengetahui pemain bulu tangkis kebanggaan
Indonesia yang merupakan keturunan Tionghoa bernama Susi Susanti. Dengan
kemampuan bermain bulu tangkis yang hebat, tentu banyak negara yang menawarkan
untuk bekerja disana dengan pendapatan yang lebih besar. Namun semangat
nasionalisme dapat menepis tawaran – tawaran tersebut. Karena merasa sebagai
warga Indonesia, Susi Susanti memilih untuk tetap bekerja dan mengabdikan diri
pada Indonesia melalui kemampuan di bidangnya. Hal ini menunjukkan besar
nasionalisme yang dimiliki oleh seseorang, terlebih dari kalangan etnis yang
berasal dari non pribumi.
Semangat nasionalisme sebenarnya tidak
dapat ditukar dengan materi ataupun hal – hal lainnya. Semangat ini telah
tertanam dalam diri seseorang karena rasa emosional yang kuat untuk
mempertahankan sesuatu yang telah diyakini. Rasa nasionalisme tidak harus
ditunjukkan dengan perjuangan melawan penjajah, namun dapat ditunjukkan melalui
pengabdian yang dapat diberikan dari apa yang mampu kita lakukan. Hal ini
sangat penting karena dapat menjamin persatuan suatu negara. Dapat dikatakan
berdirinya suatu negara dan kokohnya negara ditentukan oleh besarnya
nasionalisme dari rakyatnya.
Kita dapat menengok pada negara lain
yang berada di sekitar kita, misalnya Australia. Pada awalnya, Australia
merupakan tempat pembuangan para kriminal berat. Karena memiliki kesamaan
nasib, kemudian orang – orang yang berada disana membentuk sebuah ikatan
kebersamaan.
Warga asing yang berdatangan ke wilayah
tersebut juga turut menjadi sebuah ikatan kebersamaan yang disebut nasionalisme.
Kuatnya rasa nasionalisme inilah yang membuat negara Australia terwujud dan
menjadi sebuah negara yang besar. Masyarakat Australia mencintai negaranya dan
rela mati untuk negaranya, sehingga negara ini menjadi negara yang kokoh. Hal
semacam ini juga pernah terjadi di Indonesia pada masa awal kemerdekaan
Indonesia. Rakyat begitu mencintai Indonesia sehingga mampu mengusir segala
ancaman dan gangguan yang timbul dari luar negeri. Rasa cinta ini membuat
Indonesia yang baru merdeka tersebut semakin kuat, sehingga serangan dari luar
tidak dapat menembus pertahanan Indonesia.
Seiring dengan perkembangan zaman,
semangat nasionalisme di Indonesia saat ini mulai berkurang. Hal ini terjadi
karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam negeri. Dari dalam negeri,
semangat nasionalisme luntur karena rakyat mulai tidak percaya pada pemerintah,
kebutuhan material yang belum tercukupi, dan keamanan yang tidak menjamin.
Sedangkan dari luar yaitu pengaruh dan perkenalan terhadap budaya asing.
Faktor pertama yang menyebabkan semangat
nasionalisme berkurang adalah ketidakpercayaan rakyat terhadap pemerintah.
Terjadi banyak sekali penyimpangan yang dilakukan oleh pemerintah. Prinsip
‘dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat’ kini tidak dapat diyakini
kebenarannya. Pilihan rakyat terhadap pemimpin yang kemudian menduduki
pemerintahan tidak memberikan kontribusi yang memuaskan rakyat. Janji – janji
yang dibuat untuk mensejahterahkan kehidupan rakyat semakin kabur. Rakyat yang
tidak percaya lagi terhadap pemerintah ini kemudian mengkerucut dari semangat
nasionalisme menjadi semangat kedaerahan. Hal ini terjadi karena di daerah,
tujuan dan nasib yang dialami adalah sama. Oleh karena itu, semangat kedaerahan
ini mengikis semangat nasionalisme. Masyarakat di suatu daerah tersebut
menginginkan untuk melepaskan diri dari negara Indonesia dan mendirikan suatu
nasionalisme sendiri.
Sebagai
contoh, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang menginginkan masyarakat di daerah Aceh
untuk membentuk negara sendiri terlepas dari negara Indonesia. Dengan demikian,
semangat nasionalisme telah terabaikan oleh komunitas tersebut.
Faktor kedua adalah kebutuhan material
yang belum tercukupi. Perkembangan zaman mengakibatkan kebutuhan tidak
sesederhana dahulu. Apabila dulu masyarakat hanya membutuhkan sandang, pangan,
dan papan, saat ini menjadi lebih dari ketiga hal tersebut. masyarakat juga
membutuhkan pendidikan dan mata pencaharian. Sebagai contoh, masyarakat yang
tinggal di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia. Masyarakat di daerah
tersebut kurang diperhatikan oleh pemerintah Indonesia. Ketika mencari mata
pencaharian, mereka memasuki kawasan Malaysia. Disana mereka mendapatkan
pekerjaan dengan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Untuk anak – anak mereka, pendidikan diperoleh dengan bersekolah di sekolah –
sekolah milik Malaysia. Sehingga nilai – nilai nasionalisme yang ditanamkan
oleh sekolah tersebut adalah nasionalisme Malaysia. Anak – anak yang belum
paham tentang sejarah Indnonesia lebih paham pada sejarah Malaysia, sehingga
paham yang dianut adalah paham yang ditanamkan oleh Malaysia. Ketika suatu saat
mereka ditanya untuk memilih antara Indonesia dan Malaysia, kemungkinan besar
mereka memilih Malaysia. Pilihan ini didasari karena kedekatan emosional mereka
pada Malaysia daripada Indonesia. Kita tidak dapat menyalahkan mereka karena
pilihan yang mereka punya untuk bertahan hidup seperti itu. Kita seharusnya
menginstrospeksi diri dan memperbaiki sistem yang ada di daerah perbatasan.
Contoh lainnya, seseorang yang memiliki
kemampuan di bidang teknologi kurang dihargai di Indonesia. Indonesia belum
mampu memberikan pemenuhan kebutuhan untuk orang berbakat tersebut. misalnya
pada orang yang ahli di bidang animasi komputer. Karena Indonesia tidak mampu
memenuhi kebutuhan orang tersebut, maka ia bekerja untuk negara lain yang mampu
mengembangkan bakatnya. Sehingga karena merasa kemampuannya diakui, orang
tersebut memilih untuk menetap dan menjadi warga dari negara yang menaunginya.
Faktor ketiga yang dapat mengikis semangat
nasionalisme adalah keamanan yang tidak menjamin. Keamanan sangat dibutuhkan
oleh individu manapun. Tanpa keamanan ini, kita tidak dapat menjalankan
rutinitas dengan baik. Apabila keamanan di Indonesia tidak terjamin, masyarakat
yang memiliki kesempatan untuk memilih
akan hijrah ke negara lain yang dapat memberikan perlindungan atau jaminan
keamanan. Sebagai contoh, masyarakat menengah ke atas cenderung memilih untuk
tinggal di negara lain yang memberikan jaminan keamanan yang lebih baik
daripada Indonesia. Awalnya hanya tinggal untuk sementara, namun karena merasa
lebih aman dan nyaman, mereka memutuskan untuk berganti kewarganegaraan.
Tentunya hal seperti ini dapat mengikis rasa nasionalisme untuk mempertahankan
Indonesia.
Faktor keempat adalah pengaruh dan
perkenalan dari budaya asing. Dalam era teknologi canggih seperti saat ini,
masyarakat disuguhkan pada budaya asing yang dapat diketahui melalui media
elektronik seperti televisi dan jaringan internet. Karena masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang terbuka, maka budaya asing dapat diterima begitu saja.
Hal ini terutama terjadi pada generasi muda, yaitu para remaja. Saat ini budaya
yang sedang marak adalah budaya Korea. Banyak produksi – produksi film dan
musik Korea yang masuk ke Indonesia. Para remaja dapat mengikuti trend budaya
masyarakat Korea tersebut. Mereka tertarik untuk mempelajari bahasa Korea dan
memakai mode busana Korea daripada mengenakan batik. Dalam film yang disuguhkan
oleh negara tersebut diantaranya memuat produk – produk mereka, seperti
misalnya ponsel. Para remaja cenderung ingin memiliki ponsel produksi mereka
karena ingin mengikuti tokoh idolanya. Begitu pula dengan musiknya. Walaupun
masih belum fasih, remaja sering menyanyikan lagu – lagu berbahasa Korea
daripada menyanyikan lagu – lagu nasional yang dianggap ketinggalan zaman. Hal
inilah yang mengikis semangat nasionalisme kita. Dari generasi muda yang
merupakan tunas – tunas bangsa sudah tidak mengenali identitasnya, tetapi lebih
mengenal identitas orang lain. Lalu rasa cinta tanah air pun sudah terkikis,
bahkan mungkin tidak ada.
Tentunya mereka membandingkan kondisi
yang dimuat oleh film – film tersebut. di Korea yang merupakan negara maju,
fasilitas publiknya sudah bagus dan memenuhi kepuasan masyarakatnya. Apabila
dibandingkan dengan Indonesia, fasilitas umum yang diberikan oleh negara kepada
masyarakat masih tidak memuaskan. Kemudian timbul rasa kecewa pada tunas – tunas
bangsa yang masih belia ini. Apabila mereka diberi pertanyaan untuk memilih,
menjadi warga Korea atau Indonesia, tentu dengan polosnya mereka memilih Korea.
Pola pikir kita tengah dijajah oleh budaya asing. Generasi muda saat ini kurang
mengenal kebudayaan Indonesia, tetapi lebih mencintai budaya luar negeri.
Nasionalisme dari luar mulai tertanam di hati tunas – tunas bangsa.
Di sisi lain, orang Indonesia yang
tinggal di luar negeri masih memiliki semangat nasionalisme. Mereka menanamkan
rasa nasionalisme ini kepada masyarakat luar. Seperti misalnya, pengenalan
terhadap tarian Bali dan musik angklung. Masyarakat luar antusias untuk
mempelajari budaya Indonesia, sedangkan masyarakat Indonesia antusias
mempelajari budaya asing. Apabila masyarakat Indonesia sendiri melupakan
identitasnya sendiri, mungkin suatu saat identitas tersebut diambil oleh
masyarakat luar negeri dan tidak ada yang tersisa dari Indonesia untuk generasi
selanjutnya.
Lalu bagaimana bangsa Indonesia
menyikapi faktor – faktor pengikis semangat nasionalisme ini?
Sebenarnya kita memiliki sebuah senjata
ampuh yaitu media elektronik. Kita dapat mengenalkan budaya kita kepada
masyarakat dengan menggunakan media elektronik ini. Seperti misalnya tarian –
tarian nasional yang dapat ditayangkan di televisi. Cerita sejarah yang dapat
ditayangkan melalui film, dan lain – lain. Kita dapat melakukan kampanye untuk
mengingatkan masyarakat terhadap pentingnya semangat nasionalisme, mengenalkan
budaya asli Indonesia, dan memberitahukan bahwa kita adalah bangsa yang
memiliki latar belakang dan nasib yang sama. Dengan demikian, budaya asing yang
masuk dapat disaring oleh kesadaran masyarakat pada rasa nasionalisme.
0 komentar:
Posting Komentar