Minggu, 29 Juli 2012

Logo Ken Mercedez

Diposting oleh Ken Mercedez di 18.23.00 1 komentar
Guys, aku lagi bikin logo sederhana dengan segenap kemampuanku nih. Kira - kira bagus yang mana ya? Menurutku sendiri sih yang ijo, menurut kalian gimana?

Logo 1:



Logo 2:

Senin, 23 Juli 2012

ABG Galau

Diposting oleh Ken Mercedez di 23.19.00 0 komentar
Guys, tanpa sengaja aku nemuin postingan gambar ini di fb salah seorang temanku. Coba deh diamati, diresapi dalam - dalam. hehehe... Gambar ini lucu lho, sekaligus mengingatkan Qta pada kebiasaan galau yang sering menerpa Qta.

Sekarang lagi musimnya galau. Aku sendiri bingung, siapa pencetus kegalauan ini pada mulanya ya? Terus kenapa harus kata 'galau' yang dipilih? Kok bukan 'Pening' misalnya, atau 'Resah' kek gitu? hehehe
Cukup kreatif sih dengan pilihan kata 'galau'. Unik gimanaaaa geto. hohohoho

Aku sendiri gak memungkiri, daku pun sering galau. Apalagi pas jaman SMA dulu. Hampir tiap hari Galau! Sukanya nangis dengerin lagu - lagu sedih, melow gitu. Waktu itu dengerin lagunya Letto, D'Massiv terus apaan lagi ya, udah banyak yang lupa. Pas waktu dengerin lagu aja baru keinget deh lagu itu pernah aku gemari waktu galau. Padahal nih, banyak orang yang permasalahannya lebih berat daripada Qta, tapi gak diekspos seperti Qta. hm...

Dulu itu aku sering galau pas mikirin dihianati sahabat, putus cinta, nilai ujian ancur, dimarahin ortu, dimarahin guru, kadang gara - gara bokek. xixixi

But, itu alami. Mungkin banyak remaja lainnya yang mengalami kegalauan. Semua ada prosesnya. Untuk menuju dewasa mungkin Qta masuk zona galau dulu. Asal, galaunya jangan lama - lama ya! Ntar bisa stres. Enjoy aja lagi, kayak iklannya rokok. Semuanya pasti berakhir, gak selamanya Qta galau tanpa bahagia.

Kalau kamu disuruh milih, ngikutin trend galau atau jadi orang yang hepi pilih mana? Kalo aku sih milih jadi orang hepi dong. So, Qta harus bangkit. Masalah - masalah yang Qta alami saat ini emang kadang terasa beraaaatttt banget. Tapi suatu saat nanti kalo Qta mengingat masa - masa berat itu bisa senyum - senyum sendiri karna Qta bisa melaluinya. Yang terpenting adalah mengambil maknanya. Ingat, di buku Sidu *kok jadi promosi?* ada tulisan yang kalo gak salah gini nih: Experience is a good teacher. Ada tuh di bawah sendiri. Dulu pas sekolah aku sering melafalkan kata - kata itu.

Semangat ya Guys! Semoga Qta bisa cepet - cepet keluar dari zona Galau yang bikin kepala pusing, hati perih, perut kembung, sesak napas, nyeri sendi, keram otot *alaydotcom* 

Hidup itu indah, terlalu indah untuk ditangisi :D

Rabu, 18 Juli 2012

Merengkuh Rembulan

Diposting oleh Ken Mercedez di 16.02.00 0 komentar

Terik sinar matahari membakar kulitku. Peluhku bercucuran dan tubuhku lelah. Tuanku yang gagah dan tampan tengah menunggangi unta yang ku tuntun menggunakan sebuah tali yang begitu kuat.
“Zaidah, apa kau lelah?” tanya Tuan Aamir padaku.
“Tidak Tuan. Saya masih mampu melanjutkan perjalanan,” ucapku. Aku menengadah memandang wajahnya. Begitu sadar segera ku tundukkan kepalaku. Wajahku panas, bukan karena sinar matahari, tetapi malu dan merasa bersalah. Sebagai seorang budak aku tidak seharusnya memandang wajah Tuanku. Ku betulkan cadarku, takut wajahku yang memerah tampak di hadapan Tuan Aamir.
“Aku lelah. Bisakah kita menginap semalam di penginapan dekat sini?” tanya Tuan Aamir.
“Ya Tuan, mungkin sekitar 1 kilometer lagi,” jawabku seraya menunduk. Aku segera melanjutkan langkahku sambil menarik unta.
“Kalau kau lelah, naiklah ke atas unta ini. Biar aku yang menuntunnya,” Tuan Aamir menawarkan diri.
“Sungguh Tuan, jangan berkata seperti itu. Hamba begitu tidak pantas melakukannya,” ucapku masih dengan menundukkan badan. Ku teruskan lagi langkahku sambil berharap Tuan Aamir tidak berkata apapun lagi. Semakin banyak beliau mengajakku bicara, semakin gugup aku menanggapinya.
Aku seorang budak belian yang mengabdi untuk keluarga Rajab sejak berumur 6 tahun. Ayahanda Tuan Aamir bernama Saif. Beliau membeliku dari seorang teman baiknya. Semula aku tidak punya nama, namun Tuan Aamir yang waktu itu berumur 9 tahun memberiku nama Zaidah. Lalu Tuan Saif Rajab menjadikanku pelayan pribadi Tuan Aamir hingga saat ini ketika aku berusia 21 tahun. Aku sangat kagum pada Tuan Aamir yang begitu cerdas, tampan, dan berakhlak mulia. Beliau selalu memperlakukanku dengan baik, berbeda dengan kebanyakan majikan yang berlaku sewenang – wenang pada budak mereka.
Saat ini aku sedang menjalankan tugas menemani Tuan Aamir pergi menemui keluarga calon istrinya. Tuan Saif menjodohkan putra pertamanya ini dengan putri seorang saudagar kaya. Namun aku merasa Tuan Aamir tidak begitu senang, hatinya masih tidak rela menerima perjodohan tersebut. Mungkin dikarenakan ia masih betah melajang.
“Disinikah tempatnya?” tanya Tuan Aamir saat kami sampai di sebuah penginapan kecil ketika senja.
“Ya Tuan,” jawabku.
Tuan Aamir turun dari unta dan segera masuk ke dalam penginapan. Aku mengikutinya setelah memberikan unta kepada penjaga penginapan.
“Kamarmu di sebelah kamarku,” kata Tuan Aamir.
“Terimakasih Tuan,” jawabku singkat. Tak tahu harus berkata apa lagi.
“Sebaiknya kita beristirahat terlebih dahulu. Besok pagi kita akan melanjutkan perjalanan,” ujar Tuan Aamir sambil tersenyum lirih. Beliau menatapku sejenak dengan tatapan sedih, tapi aku segera menunduk agar ia berhenti memandangku.
Setelah undur diri, aku segera masuk ke dalam kamar yang ditunjukkan Tuan Aamir. Aku duduk di kursi yang bersebelahan dengan tempat tidur. Di depanku sebuah obor dipasangkan di dinding. Hanya cahaya obor itulah yang menerangi kamar kecil ini. aku membuka kerudung dan cadarku. Ku cari sebuah sisir mungil yang kutaruh di saku bajuku. Aku mulai menyisir rambutku yang hitam panjang. Hatiku kalut. Sebentar lagi Tuan Aamir akan menikah, kemudian memiliki anak. Aku akan menjadi pengasuh anak – anaknya. Entah kenapa aku sangat sedih, air mataku mengalir. Mengapa aku dilahirkan sebagai seorang budak? Seorang budak begitu hina untuk mencintai seseorang, apalagi orang itu adalah tuannya.
Ku berjalan mendekati jendela yang terbuka. Bulan purnama bersinar begitu terang. Memandangnya membuatku tersadar, mencintai Tuan Aamir sama halnya dengan keinginan merengkuh rembulan. Aku ingin menjadi pendamping hidup Tuan Aamir. Selama ini aku selalu melayani kebutuhannya. Setelah beliau menikah akan ada seorang istri yang mendampinginya dan aku harus menyingkir. Memikirkan ini semua membuat hatiku terluka. Kepalaku sedikit pusing. Aku memutuskan untuk tidur agar hatiku tentram setidaknya untuk saat ini.
*
Pagi hari setelah memakan sepotong roti aku bersiap – siap mendampingi Tuan Aamir melanjutkan perjalanan. Tuan Aamir sendiri sudah berdiri memunggungiku. Beliau bersiap – siap naik ke atas unta sementara aku segera memegang tali unta yang diserahkan penjaga penginapan padaku.
“Maaf. Apakah ada pasar di dekat sini?” tanya Tuan Aamir pada seorang lelaki tua penjaga penginapan.
“Ya. Anda lurus ke depan dan 2 kilometer lagi bertemu pasar yang cukup ramai,” ujar pria tua itu.
“Lalu bila saya hendak ke Khasmir harus ke arah mana?” tanya Tuan Aamir.
Aku terkejut, hendak kemana Tuanku ini? Bukankah tempat tujuannya bukan ke Khasmir?
“Dari pasar silahkan menempuh jalur kanan. Anda akan menemukan desa. Khasmir sangat jauh, sekitar 5 hari perjalanan. Anda harus menyebrang laut terlebih dahulu,” ujar pria tua tadi begitu yakin.
“Baiklah, terimakasih. Assalamualaikum,” kata Tuan Aamir sembari tersenyum dan sedikit membungkukkan badan.
“Waalaikumsalam warohmatullahiwabarokatuh,” jawab penjaga penginapan.
*
Kami melewati sebuah pasar, tepat seperti yang dikatakan pria tua penjaga penginapan. Tuan Aamir menunjuk seorang pria berjanggut tebal yang tengah berteriak – teriak menawarkan kudanya untuk orang yang mau membelinya.
“Assalamualaikum,” sapa Tuan Aamir pada pria berjanggut tebal.
“Waalaikumsalam,” jawab pria itu.
“Apakah kudamu dijual?” tanya Tuan Aamir.
“Ya Tuan,”
“Bolehkah aku menukarnya dengan untaku?” tanya Tuan Aamir lagi.
“Tentu saja,” pria itu gembira. Lalu Tuan Aamir turun dari unta dan menyerahkan tali kekangnya pada pria berjanggut tebal.
“Tuan, untuk apa membeli kuda?” tanyaku bingung.
“Kita membutuhkannya supaya cepat sampai di Khasmir,” jawab Tuan Aamir setelah mendapatkan kuda hitam yang terlihat masih muda dan kuat itu.
“Untuk apa kita ke Khasmir? Dari sini kita harus menuju timur Baghdad,”
“Tidak. Aku tidak ingin kesana. Naiklah. Ini perintah,” tuan Aamir memberikan tangannya agar aku dapat naik dengan mudah ke punggung kuda. Walaupun  ragu aku segera melaksanakan perintahnya.
Tanpa mengatakan apapun,beliau naik ke atas punggung kuda tepat duduk di belakangku. Jantungku berdebar kencang. Ia kemudian memacu kudanya dengan kencang menjauhi keramaian orang – orang di pasar.
Hari semakin siang. Kami semakin jauh dari Baghdad. Hingga tiba di sebuah danau, Tuan Aamir menghentikan kudanya. Beliau membantuku turun dari kuda.
Tuanku yang bertubuh tegap mencuci muka dan meminum air danau, sementara aku terus memandanginya dengan perasaan campur aduk.
“Ada apa, Zaidah?” tanya Tuan Aamir.
“Tuan, kita hendak kemana?” tanyaku.
“Kita akan pergi jauh dari Baghdad. Lupakanlah semua yang telah terjadi di Baghdad,” kata tuan Aamir. “Jangan lagi memanggilku dengan sebutan ‘Tuan’,”
“Tapi hamba tidak mengerti,” aku semakin bingung.
“Aku ingin memulai kehidupan yang baru bersama gadis yang kucintai. Tanpa peduli status sosial dan hidup dengan damai,” tuan Aamir menyentuh cadarku dengan lembut. Matanya memancarkan kasih sayang.
Aku sungguh tak percaya. Airmataku mengalir namun aku tak sanggup mengatakan apapun. Kupandangi wajah Tuan Aamir yang begitu teduh. Aku tak peduli, aku akan terus memandangnya seperti ini.
“Aku mencintaimu, Zaidah. Kau telah begitu lama mendampingiku dan aku tak menginginkan apapun lagi,”
Aku menghambur memeluk Tuan Aamir. Pria yang sangat kucintai.
“Aku rela pergi kemanapun selama bersamamu,” akhirnya aku dapat mengatakannya setelah 15 tahun memendamnya.
Kurasakan Tuan Aamir juga menangis tetapi bukan karena sedih, melainkan bahagia. Akhirnya ku dapat merengkuh rembulan. Kami segera melanjutkan perjalanan menuju Khasmir, tempat dimana kehidupan yang baru menanti kami berdua.
SELESAI


 

Ken Mercedez Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting