Aku
berjalan menyusuri jalan setapak yang selalu kulewati ketika bersamanya, seseorang di masa laluku. Aroma hujan
masih terasa. Sesekali kutengadahkan tangan sambil menatap langit. Masih ada
rintik-rintik hujan yang turun. Aku tersenyum. Aku masih mengingatnya, tapi aku
sadar bahwa sekarang aku harus melanjutkan hidup walau tanpa dirinya. Beberapa orang
berlalu lalang di jalanan. Kulihat sebuah taksi lewat, lalu dua orang pemuda
yang mengendarai motor sambil bergurau. Berikutnya sepasang muda-mudi
mengendarai sebuah motor matic berwarna merah. Aahh, aku tersenyum. Dulu aku
juga seperti itu bersama seseorang.
“Linda,”
sebuah suara mengejutkanku. Aku menoleh. Seorang pria berkacamata tersenyum
padaku. Senyuman manis yang sanggup membuat hatiku berdegup kencang lagi. Kubalas senyumannya
dengan lambaian tangan. Ia mendekat. “Kenapa tidak bawa payung?” tanyanya.
“Aku
lupa,” jawabku disertai cengiran. Pria bernama Revan itu mengerutkan kening,
bibirnya manyun beberapa senti, aksinya itu membuatku tertawa.
“Seharusnya
tadi kamu telpon aku. Kan sudah kubilang, hari ini kita akan ke suatu tempat,”
ujarnya.
“Ya,
ya…. Kita akan membeli sebuah cincin,” jawabku cepat. Ia tersenyum lagi. Sumringah, seakan sudah
lupa beberapa menit yang lalu sempat cemberut. Ia menggenggam tanganku dan kami
pun berjalan bersama sambil bercanda. Terkadang kita punya suatu impian, bahkan
sudah merancang sebuah perjalanan yang indah bersama seseorang. Tapi Tuhan yang
lebih tahu apa yang tepat untuk hamba-Nya. Setelah aku kehilangan seseorang,
Tuhan menggantinya dengan orang yang lebih baik. Kini aku sudah lupa bagaimana
sedihnya aku ketika berpisah dengan masa lalu. Ku yakin masa depan yang
menungguku di depan sana jauh lebih indah dari rencanaku yang sebelumnya.
Selesai