Senin, 20 Agustus 2012

Pak Nimo, Si Penjual Sapu Lidi

Diposting oleh Ken Mercedez di 23.17.00 0 komentar
Pada bulan ramadhan yang baru saja berlalu ini, ada seorang kakek tua yang menjajakan sapu lidi di depan rumahku. Kakek tua itu bernama Pak Nimo. Umurnya sudah 90tahunan dan masih sanggup berjalan jauh walau dengan langkah tertatih – tatih. Itu senantiasa dilakukannya untuk menjual sapu lidi. Di usianya, beliau tinggal seorang diri di rumah kecilnya di pinggir kota. Setelah aku membeli sapu lidi dagangannya, Pak Nimo meminta izin beristirahat di teras rumahku karena lelah. Subhanallah, beliau tetap berpuasa sehingga aku tidak bisa menawarkan segelas air putih padanya.
Beliau mengingatkanku pada Almarhum kakekku yang sangat ku sayangi. Beliau juga bercerita tentang hidupnya, untuk berbuka puasa hanya makan nasi dan garam. Aku menangis mendengar kisah hidup beliau. Beliau sebenarnya punya 3 orang anak, tetapi semuanya tidak pernah menjenguknya lagi. Istrinya sendiri sudah meninggal sejak lama. Dari beliau aku memahami makna berpuasa, yakni merasakan penderitaan berlapar karena tidak ada yang bisa dimakan tetapi harus tetap semangat bekerja.
Sapu lidi yang dijualnya tidak banyak karena beliau tidak mampu membawa terlalu berat. Harga sapu lidinya 5000 rupiah dan hanya mengambil laba 500 rupiah. Satu hari jika laku satu buah saja sudah untung. Bayangkan bagaimana hidup yang beliau jalani. Beliau juga bertanya berapa harga beras yang enak. Aku menangis sekali lagi, dan lagi. Terus menerus sampai beliau memintaku berhenti menangis.
Kemarin aku memimpikan beliau mengenakan baju taqwa putih, mengenakan peci dan sarung kotak – kotak berwarna merah sembari membawa tongkat. Aku merindukannya. Walau hanya  kali aku bertemu dengannya, tapi aku menganggapnya kakekku. Setiap hari aku menanti beliau lewat di depan rumahku, tapi aku belum melihatnya lagi. Semoga beliau baik – baik saja. Aamiin.

Selasa, 14 Agustus 2012

Yang Kurindukan

Diposting oleh Ken Mercedez di 14.54.00 2 komentar
Kurindu rumput hijau di dekat rumahku,
kurindu embun basah di pagi hariku,
kurindu masa - masa itu,
saat hidup begitu sederhana.

Kini rumput telah mati,
berganti tanah dan bata.
Embun pun tak berasa,
terganti gumpalan asap membumbung tebal.

Hidup semakin rumit.
Hidup tak lagi semudah dahulu,
ketika masa kecil itu masih sederhana,
hijau dan basah.

Senin, 13 Agustus 2012

Catatan Si Boni

Diposting oleh Ken Mercedez di 08.40.00 0 komentar
Hai, namaku Boni. Umurku baru 4 bulan. Aku kucing paling ganteng sejagat kampung rumahku. Aku masih keturunan Persia loh! Nama ibuku Hwang Beo Jin atau lebih unyu dipanggil Pochil.

Mama Pochil merupakan kucing elit, paling elit di kampungku. Dia asli keturunan Persia. Tidak ada kucing yang berani mendekatinya selain ayahku. Ayahku punya nama panggilan Si Tukang Becak. Hihi... Nama panggilan ini diberikan Pak Ayam karena ia tidak suka pada kucing kampung kotor, dekil, dan kurus yang mendekati kucing elit kesayangannya. Kisah cinta Mama Pochil mirip Romeo dan Juliet versi kucing. Gimana enggak, setiap mereka bertemu selalu sembunyi sembunyi di belakang rumah. Kalau ketahuan Pak Ayam bisa payah! Pernah Pak Ayam memergoki Si Tukang Becak mendekati ibuku. Pak ayam yang berang menembakkan senjata angin pada ayahku, namun ayahku yang cerdik dan lincah berhasil melarikan diri.

Kemudian Mama Pochil hamil. Kehamilannya baru diketahui setelah aku dan sodara sodaraku dilahirkan, jadi udah telah banget ya.
Aku dan keenam sodaraku yang lain lahir di kasur Pak Ayam. Malam itu Mama Pochil nekad naik ke atas kasur. Walaupun dipaksa turun, Mama Pochil gak mau. Hingga akhirnya tengah malam sampai jam 7 pagi, Mama Pochil melahirkan 7 anak berturut turut. Sayangnya 3 sodaraku mati karena kondisinya lemah. Aku dan ketiga sodaraku yang lain kemudian dibesarkan di sebuah ember besar yang cukup untuk memandikan bayi manusia. Mama Pochil tidak selalu menemani kami. Terkadang ia mencari ruang yang lebih luas dan tidur di lantai. Mungkin Mama Pochil sedikit tertekan karena ayah tidak pernah datang menjenguk kami.

Setelah berumur 2 bulan, aku dan ketiga sodaraku dipisah. Muezza, kucing yang mirip denganku dan berjenis kelamin jantan menjadi milik teman anak Pak Ayam. Disana ia hidup sejahtera dan berlimpah kasih sayang. Melas kemudian diberikan pada sodara Pak Ayam. Melas awalnya bernasib buruk. Ia menularkan jamur gatal padaku dan sodara sodaraku yang lain. Karena mengakibatkan manusia gatal gatal hebat, Melas sempat berpindah pindah tangan dari satu orang ke orang lainnya. Kabar terakhir yang kudengar, dia diasuh sebuah keluarga yang sangat menyayanginya. Ia dimandikan 2 kali sehari dan dibedakin mirip bayi manusia! Hii...

Aku dan Bonu tinggal di rumah Pak Ayam. Pak Ayam dan kedua putrinya sangat menyayangi aku. Mereka bilang aku kucing ganteng, unyu, dan mirip banget sama Mama Pochil. Sedangkan Bonu yang berwarna hitam-kuning kecokelatan menjadi kesayangan istri Pak Ayam. Bonu memang tidak terlalu unyu, tapi dia sangat cerdik dan licik, juga nakal. Aku sering mengikuti jejak Bonu karna kupikir dia keren!

Mama Pochil hanya bersama kami selama 2 bulan. Suatu sore Mama Pochil menghilang dan tidak kembali sampai sekarang. Kemungkinan 99,99% Mama Pochil diculik orang jahat. Pak Ayam sekeluarga sedih dengan kepergian Mama Pochil. Aku dan Bonu pun begitu.
Sampai saat ini, Mama Pochil masih ada dalam ingatan kami. Kadang aku berdoa, semoga yang mencuri ibuku ketiban sial seumur hidupnya. Tapi itu terlalu jahat juga sih, mengingat mungkin saja pencurinya nekad karna tuntutan hidup. Aku berusaha mengikhlaskan Mama Pochil pergi.
Mungkin di belahan dunia manapun tempat Mama Pochil sekarang tinggal, ia bisa hidup lebih bahagia sebagai kucing elit dan berkelas. Mungkin ia dapat menikmati perawatan untuk kucing elit, rajin check up ke dokter hewan, dan mendapat makanan yang mahal dan lezat. Sluuurrrpppp... Mama Pochil, dimanapun Mama berada semoga aku dan Bonu selalu ada di hatimu. Sarangheyo, Mama Pochil!
 

Ken Mercedez Copyright © 2010 Design by Ipietoon Blogger Template Graphic from Enakei | web hosting